Monday, July 16, 2012

“SILAHKAN MARAH”


NAS : AYUB 21:1-6 

Bagaimana perasaan saudara, ketika tiba-tiba saja dipojokkan oleh orang lain, padahal kita tidak melakukan kesalahan atau merugikan orang lain atau orang tersebut? Tentunya, selaku manusia biasa kita akan kecewa, kesal dan bahkan marah atas perlakukan yang demikian. Nah, inilah yang terjadi dalam nast ini. Ayub marah atas perkataan-perkataan yang memojokkan dirinya. Kita tahu bahwa, marah adalah luapan emosi yang timbul pada saat seseorang dipojokkan, diremehkan, difitnah, atau mendapat perlakuan-perlakuan yang dapat menyinggung harga diri seseorang karena frustasi. Dan menurut survey dari studi tentang kemarahan, disimpulkan penyebab kemarahan 80 % adalah oleh sikap atau perbuatan orang lain; jadi marah adalah reaksi terhadap sikap orang lain yang kurang menyenangkan. Makanya, menurut para ahli jiwa mengatakan bahwa kemarahan adalah faktor utama yang seringkali melumpuhkan akal sehat dan bahkan menimbulkan berbagai kesusahan dan gangguan jiwa lainnya.


Saudara pasti pernah marah. Saudara mungkin pernah marah ketika melihat pengendara yang ugal-ugalan yang nyaris mencelakai saudara. Saudara marah saat pelayan rumah makan terlambat menyajikan minuman, dll. Namun, supaya kita lebih memahami mengenai rasa marah, maka ada sebuah cerita tentang seorang ibu yang bertanya “apakah orang kristen boleh marah”. Seorang ibu pernah bercerita bahwa suaminya tanpa sepengetahuannya telah meminjamkan sejumlah besar uang kepada temannya. Teman suaminya itu rupanya tidak bertanggung jawab. Ia kabur begitu saja. Ibu ini jengkel sekali. Mengapa suaminya tidak memberi tahunya lebih dahulu? Namun, nasi telah menjadi bubur. Uangnya tidak bisa kembali. Lalu ibu itu bertanya, apakah sebagai orang kristen ia boleh marah kepada suaminya? Bagi sebagian orang, pertanyaan ibu ini mungkin sederhana. Namun itu kenyataan yang kerap terjadi, dan tidak boleh kita sepelekan. Sebab hal itu bisa menggangu pikiran. Sekarang, bolehkah orang Kristen marah? Boleh, asal alasannya tepat dan marah itu adalah wajar. Sebagai orang kristiani, tidak salah apabila kita marah, asal marah untuk sesuatu yang tepat, dengan cara yang tepat, kepada orang yang tepat, dan di waktu yang tepat. Kerapkali yang menjadi masalah adalah bukan marahnya, tetapi bagaimana dan untuk apa kita marah. Yesus sendiri bisa marah : Yesus menyebut Petrus sebagai iblis, Yesus mengusir dan membalikkan meja-meja orang yang berdagang di bait suci, Yesus memaki orang saduki dan farisi sebagai orang munafik. Dan Yesus marah karena punya alasan yang tepat. Karenanya, kita patut bersikap tegas dan marah apabila melihat ketidakadilan di depan mata kita, orang tak berdaya yang ditindas, kesenjangan sosial yang melebar, perilaku penguasa yang sewenang-wenang, hukum dipermainkan, dan sebagainya. Nah, setiap kali saudara hendak marah, bertanyalah dalam hati : apakah kemarahanku ini dapat memuliakan Allah? Jika ya, silahkan marah.
Saudara-saudara, karena itu marahlah dengan judul, jangan merembet-rembet. Marahlah dengan jelas, orang yang kita marahi harus mengerti, mengapa kita marah. Marahlah dengan tujuan positif. Marahlah dengan kata-kata yang tidak menyakitkan. Marahlah dengan volume suara yang tepat. Jangan marah dengan ancaman-ancaman yang berbahaya. Marahlah dengan siap memberi maaf, jangan dengan dendam. Marah itu tidak salah , kita hanya perlu mengelolanya. Amin. 

No comments:

Post a Comment