Monday, July 16, 2012

JANGAN IRI TERHADAP ORANG FASIK


NAS: AYUB 21:7-22

Saudara, pada masa kini banyak orang bertanya, mengapa sih masih banyak koruptor yang hidupnya enak? Mereka bahkan bisa melakukan ibadah keagamaan tanpa rasa bersalah. Atau, mengapa para pengusaha yang melakukan kecurangan bisnis sepertinya menikmati segala-galanya dan bisa rajin ibadah sesuai keyakinannya masing-masing, bahkan terlihat begitu saleh di depan banyak orang. Atau, kita persempit lagi contohnya. Di sekitar kita, mungkin ada tetangga yang suka menggosip, tapi hidupnya nyaman. Di kantor ada orang yang sebenarnya tidak punya kemampuan, tidak bijaksana, tidak menjadi teladan karena suka terlambat padahal rumah dekat, pandai memainkan jurus kodok (jilat atas, injak bawah, sepak kiri kanan) tapi mendapatkan promosi untuk menduduki jabatan tinggi. Sementara kita melihat orang idealis, berpegang pada nilai prinsip, karirnya tidak secepat “kodok” tersebut dan mungkin bahkan dizalimi oleh mereka.
Saudara-saudara, dalam benak kita sudah terpola suatu konsep yaitu bahwa orang baik seharusnya bernasib baik dan orang jahat bernasib buruk. Maka jika kemalangan menimpa orang-orang yang kita pandang baik, kita akan sangat bersimpati dan jika menimpa orang jahat, kita akan berkata, “ sudah karmanya”, atau menuai apa yang ditabur”. Nah, ketika ternyata keberuntungan dialami oleh orang jahat, “rasa keadilan” kita mulai terganggu. 
Inilah yang dialami oleh Ayub, ia merasa terganggu dengan apa yang dialaminya. Masa, orang fasik hidupnya begitu bahagia dan kelihatannya selalu mujur. Bila kita dalam posisinya Ayub, maka kita akan marah, sakit hati dan kadangkala kita merasa iri jika melihat keberhasilan orang fasik tersebut. Kok mereka yang tidak ikut Tuhan, tetapi lebih sukses dibandingkan dengan kita yang sudah lama ikut Tuhan? Sering kali paradigma seperti ini bercokol di kepala kita, sehingga ada yang mengatakan “lebih baik jadi orang fasik saja”, hidup enak dan selalu sukses. Apakah benar demikian? Jika kita kembali menelusuri nats kita hari ini, maka pada akhirnya ada kebenaran yang perlu ketahui tentang akhir kehidupan orang fasik, di antaranya adalah:
1. Kebahagiaan orang fasik itu semu. Tidak ada orang fasik yang mendapatkan kebahagiaan yang sejati karena kebahagiaan itu hanya dapat kita peroleh ketika kita dekat dengan Tuhan. 
2. Orang Fasik akan lenyap di dalam kekekalan. Orang fasik tidak hidup dalam perjanjian kekal dengan Tuhan. Jadi kehidupan mereka tidak dalam kemuliaan. Mereka akan lenyap tidak berbekas. Mereka akan mengalami kematian dalam kekekalan.
Selaku orang-orang percaya, kita harus sadar bahwa di luar sana semua kesia-siaan. Kita harus mengingat bahwa kebahagiaan orang fasik adalah semu. Memang dengan kemampuan sendiri kita tidak bisa menghibur diri. Kita perlu roh kudus untuk menuntun kita sampai bisa melihat segala sesuatu dengan kaca matanya Tuhan. Nah, ketika cara pandang kita berubah, kita akan bisa menjadi pribadi yang bahagia dan bersyukur. Karenanya, ijinkan Allah memproses kita untuk membawa kita ke tingkat kerohanian selanjutnya, Maka, dalam kondisi emosi seperti apapun, jangan kita merasa terdakwa, tetapi apapun suasana hati kita, tetap datang pada Tuhan, tetap setia padaNya. Jangan pernah iri melihat hidup orang lain, semua sudah diatur Allah. Memang kita mudah pesimis dan kecil hati kalau melihat kefasikan merajalela di sekeliling kita. Bahkan seringkali lingkungan kerja kita pun dipenuhi dengan praktek-praktek kefasikan. Saat seperti itu, kita perlu belajar mengarahkan mata rohani kita kepada Tuhan, dengan lebih banyak berdoa dan merenungkan firman Tuhan untuk meneguhkan iman kita bahwa Tuhan masih pegang kendali atas hidup kita. Peliharalah hidup dalam anugerahNya, dan belajarlah untuk tetap setia sampai pada kesudahan zaman. Tuhan memberkati.

No comments:

Post a Comment