Sunday, July 15, 2012

"PERBUATAN HENDAKNYA KONSISTEN DENGAN UCAPAN"

NAS : Matius 21:28-32

Dalam bacaan Alkitab kita hari ini, Tuhan Yesus memberikan perumpamaan tentang dua orang anak. Jika kita membaca ayat-ayat sebelumnya, maka kita akan mengerti bahwa perumpamaan ini sebenarnya lebih ditujukan kepada orang Farisi dan ahli Taurat.



Yesus sendiri memberi perumpamaan tentang seseorang yang memiliki dua anak laki-laki. Ia meminta anak yang sulung untuk bekerja di kebun anggurnya. Anak yang sulung pun berkata “Ya”, tetapi ia tidak pergi. Kemudian orang tersebut pergi kepada anak yang bungsu dan meminta hal yang sama. Anak yang bungsu berkata “Tidak”, tetapi kemudian ia menyesal dan akhirnya pergi juga bekerja ke kebun anggur (ay. 28-30). Saya rasa, jika Tuhan Yesus menanyakan hal yang sama kepada kita, “Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?” (ay. 31a), kita pun akan menjawab sama dengan jawaban orang Farisi dan ahli Taurat, yaitu anak bungsu, karena walaupun ia berkata “tidak”, tetapi ia akhirnya melakukan apa yang diminta bapanya.

Berdasarkan nas ini, menurut Yesus adalah lebih baik bagi orang yang berdosa dan seolah-olah menolak perintah, namun akhirnya bertobat dan percaya ─ daripada orang yang nampaknya saleh dan seolah-olah mematuhi perintah (yang pada saat itu menunjuk pada imam-imam serta tua-tua bangsa Yahudi), namun tidak bertobat dan tetap berdosa. Ditekankan Yesus bahwa orang yang hatinya bertobat dan benar-benar melakukan perintah, bukan hanya di mulut saja, merekalah yang akan mendahului masuk Kerajaan Sorga.
Makanya di ayat 31b-32 dengan tegas Yesus mengatakan: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya".

Saudara-saudara, selaku pribadi yang kristiani, Yesus ingin agar kita konsisten dengan setiap perkataan kita. Artinya, ketika kita berkata bahwa diri kita ini adalah sebagai umatNya (anak-anakNya), kita wajib untuk melakukan kehendaknya atau perintahnya sesuai dengan apa yang telah dikatakan dan inilah konsistensi kita. Kita menyadari, memang sebenarnya sangat sulit ketika kita berusaha untuk konsisten terhadap kata-kata atau statement kita dengan presentase 100%, tapi setidaknya kita berusaha untuk melakukannya. 
Ahli taurat dan imam-imam pada masanya Yesus, mereka memang lihai dalam berkata, menyampaikan firman Tuhan dan sangat hafal akan hukum Taurat. Namun, kekurangannya adalah mereka tidak hidup sesuai dengan kehendak Allah. Mereka hanya bisa menyampaikan dan kelihatan rohani, akan tetapi sangat tidak mampu untuk mengaplikasikan perkataannya dalam keseharian mereka. Intinya, mereka tidak melakukan kehendak Allah dengan serius.

Nah, berbicara mengenai melakukan kehendak Allah, maka hal tersebut bukanlah soal pilihan, senang atau tidak senang, suka atau tidak suka. Melakukan kehendakNya adalah suatu keharusan bagi setiap insan ciptaanNya, terlebih bagi yang telah percaya sungguh kepadaNya. Itu juga bukan paksaan, tapi keharusan. Didalamnya ada unsur hukum sebab akibat (konsekuensi), artinya kalau melakukan adalah berkat, tapi tidak melakukan adalah hukuman dan pilihan ada di pihak kita.

Makanya, dalam hal melakukan kehendak Allah, paling tidak ada tiga patokan yang dibutuhkan:

Pertama, melakukan kehendak Allah (FirmanNya atau PerintahNya), berarti menyenangkan hatiNya, dan yang melakukanNya itu menunjukkan unsur ketaatan kepadaNya. 

Kedua, melakukan Perintah Allah itu berkaitan dengan kepentingan atau kebutuhan kita. Karenanya, kita bersyukur kepada Tuhan yang sangat mengasihi dan peduli bahkan tahu persis apa yang kita butuhkan di dunia ini, sehingga Dia memberikan FirmanNya, menyatakan kehendakNya untuk kebaikan kita. Di dunia ini kita banyak mengalami terpaan angin badai, berupa cobaan dan godaan, tekanan, masalah dan berbagai pergumulan yang bisa mengancam, merusak dan menghancurkan kehidupan kita. Hanya dengan melakukan kehendakNya atau FirmanNya, kita aman, kita kuat, kita dimampukan melewati berbagai angin dan badai hidup ini, dan kita mengalami kuasa FirmanNya itu. Dan itu menjadi suatu pengalaman yang memperkaya kehidupan rohani kita, dan kita bisa berkata seperti Paulus: “Segala perkara dapat kutanggung dalam Dia yang memberikan kekuatan kepadaku.” (Filipi 4:13)

Ketiga, tidak melakukan Firman Allah, berarti menyenangkan hati Iblis, tapi tidak merugikan pihak Allah. Justru yang paling dirugikan di sini adalah pihak kita bahkan akibatnya bisa fatal, bukan hanya mengalami kerusakan melainkan kehancuran dan kebinasaan. Karena itu, ketika Firman Allah diberikan kepada kita bukan hanya untuk dbaca, didengar atau disimpan, tapi harus dilakukan atau dialami dan menjadi suatu kebutuhan lebih dari segalanya, menjadi kesukaan dan pengalaman dan menjadi buah-buah kehidupan rohani.

Sekarang, bagaimana implementasi iman kita dalam upaya melakukan kehendak Allah? Dalam melakukan kehendak Allah, maka nas kita hari ini memaparkan tiga kebenaran, yaitu:

1). "Melakukan kehendak Allah bukan hanya melalui kata-kata”.
Sebagai anak-anak Tuhan, kita bukan hanya menjadi pendengar, melainkan meniatkan dalam hati untuk melakukan segala sesuatu dalam Firman Tuhan. Lebih tegas lagi kita harus menjadi pelaku Firman Tuhan, bukan hanya sekedar pendengar untuk dilupakan. Sebab sebagai pelaku Firman kita akan merasakan sepenuhnya kasih dan karunia Tuhan. Memang dewasa ini masih sangat banyak orang berhenti setelah mendengar, mereka tidak melanjutkannya dengan perbuatan yang nyata. Ini adalah kekeliruan dan sangat tidak baik.

2). "Melakukan kehendakNya harus dengan hati yang sungguh-sungguh”.
Kesungguhan hati dalam melakukan kehendak Allah adalah landasan utama bagi umat-Nya, jangan berdiri pada sisi yang berlawanan, sebab itu akan merugikan kita sendiri. Di samping itu pula Firman Tuhan juga menegaskan agar kita tidak menjadi suam-suam kuku. Oleh sebab itu kesungguhan hati dalam mengikuti Tuhan, itu sungguh mempengaruhi pertumbuhan iman menjadi kuat, matang dan berbuah sesuai kehendak-Nya. 

3). Melakukan kehendakNya harus dengan sikap hati yang penuh dengan komitmen. Artinya, kita mempunyai sikap hati yang sungguh-sungguh menyesal. Ketika kita melakukan dosa/kesalahan dan bertekad tidak melakukan lagi hal yang sama. Kita harus berani untuk bertindak sesuai firman Tuhan, berkorban dan mau melepaskan gengsi ketika kita mau minta maaf dan mau diajar dan dibentuk untuk melakukan kehendak Allah.

Saudara-saudara, berdasarkan uraian di atas, maka Tuhan tidak butuh orang-orang yang hanya berkata “Ya Tuhan” tetapi tidak mau melangkah. Kita tahu, seringkali Tuhan memanggil orang-orang percaya untuk melakukan sesuatu bagi Tuhan, tetapi banyak orang percaya yang hanya berkata “Ya” tetapi tidak mau. Di sisi lain, juga banyak orang percaya yang jelas-jelas menolak panggilan penuh dengan pertimbangan semisal, “Tuhan, kalau aku jadi hamba Tuhan full time nanti anak-anakku makan apa?” atau “Tuhan, aku masih belum pintar main musik, nanti saja kalau aku sudah pintar baru aku melayani di gereja”. Ingat!!! Tuhan butuh tindakan nyata dari kita semua. Jangan sampai kita yang sudah lama menjadi orang percaya di gereja, bahkan mungkin sudah berjemaat di gereja kita sejak kita kecil, justru kalah oleh orang-orang yang baru bertobat, yang menyala-nyala untuk melayani Tuhan dan tidak pernah menolak apa yang Tuhan ingin mereka lakukan. 
Marilah kita instropeksi diri kita masing-masing. Sudahkah kita menjadi pelaku Firman? Dan sudahkah kita berlomba-lomba untuk melayani Tuhan dengan sebaik-baiknya? 

SEMOGA MENJADI BERKAT. God Bless.

No comments:

Post a Comment