Monday, July 16, 2012

“MELIHAT KUMAN DI SEBERANG LAUTAN, TETAPI TAK MAMPU MELIHAT GAJAH DI PELUPUK MATA”


NAS : AYUB 22: 1-5

Setelah kita membaca nast hari ini, kembali kita melihat bahwa penderitaan Ayub dikatakan adalah sebagai akibat dari dosanya yang besar terhadap Allah. Dan yang menyakitkan ialah, Elifas yang sebagai sahabatnya sendiri mengatakan hal yang demikian. Seperti yang tercatat dalam ayat 1, Elifas adalah orang Teman. Ia seorang yang membangun kebenaran berdasarkan penelitian, mengutamakan moral, mengikuti filsafat, dan membela agama. Filosofinya adalah penelitian ( ”yang telah kulihat”) dan pengalaman hidup leluhurnya. Makanya, Ia tidak mampu melihat pemeliharaan Allah bagi manusia dan ia mendesak Ayub agar segera bertobat. 


Saudara-saudara, permasalahan dan pertengkaran seringkali dipicu oleh keinginan untuk mencari-cari kesalahan antara satu dengan yang lainnya. Inilah yang seringkali membuat persekutuan atau komunitas, baik di dalam rumah, kantor, kehidupan sosial atau pun bergereja menjadi hancur. Kita tahu, bahwa kesalahan selalu pasti ada dalam setiap manusia, maka kita haruslah berusaha untuk menelusuri hal-hal yang positif, yang baik, yang akan membangun orang lain. Perlu kita ingat bahwa sikap menghakimi tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Dan inilah yang menjadi pertanyaan penting bagi kita, “mengapa kita tidak boleh menghakimi?” Jawabnya, karena kita tidak mengetahui persoalan yang sesungguhnya. 
Dalam menilai orang lain, seringkali seseorang menempatkan dirinya pada tempat yang salah, tempat yang bukan miliknya. Kadangkala kita terlalu cepat menilai sesuatu tanpa mengetahui alasan orang lain dalam melakukan sesuatu. Jika kita dapat merasakan beratnya kehidupan seseorang kita akan mampu menghargai perjuangan orang itu dalam melewati pergumulannya dan menghargainya. Oleh sebab itu, hendaklah kita cepat untuk menilai diri sendiri dan lambat menilai orang lain. Dari pada menghakimi, adalah lebih jika kita membebaskan orang tersebut dari dakwaan dan menahan untuk tidak menghakimi sampai semua fakta diketahui.
Saudara yang seiman, terlalu sering kita melihat kuman di seberang lautan, tetapi tak mampu melihat gajah di pelupuk mata kita. Artinya kesalahan, keburukan dan kebodohan orang lain menjadi hal yang sangat besar di mata kita, padahal keburukan, kesalahan, dan kebodohan kita sendiri ternyata lebih besar dari apa yang kita tuduhkan kepada orang lain. Atau seperti sebuah pepatah yang mengatakan“ buruk muka, cermin dibelah” di mana terkandung suatu makna bahwa kita sering lupa pada keadaan sendiri, tetapi senang menyalahkan orang lain. Mungkin di antara kita ada yang suka sekali menyalahkan orang lain. Nah, bagaimana supaya kebiasaan buruk ini tidak lagi merugikan kita? Kita harus melakukan perbaikan diri, mulailah dengan kebiasaan baru yang lebih positif, misal : Pertama : Belajar minta maaf. Jangan pernah malu untuk mengucapkan maaf saat kita berbuat salah sekecil apapun. Kedua : Stop bisikan negative. Ketika kita ingin menyalahkan orang lain, tarik nafas panjang dan katakan pada diri kita sendiri, “ Saya harus bertanggung jawab, karena ini adalah kesalahan saya”. Ketiga : Bersikap terbuka. Jangan terkungkung pada pikiran sendiri dan menutup diri terhadap pendapat orang lain. Dengan begitu kita akan merasa lapang dan berani menerima kelemahan diri dan terbuka untuk memperbaikinya.
INGAT: Menyalahkan orang lain adalah pola pikir yang primitif dan kekanak-kanakan. Apakah saudara termasuk orang primitif atau kekanak-kanakan? Semoga tidak!

No comments:

Post a Comment